A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Disleksia
Kata disleksia diambil dari bahasa Yunani, dys yang berarti “sulit dalam…”dan lex (berasal dari legein)yang artinya berbicara. Jadi, menderita disleksia berarti menderita kesulitan yang berhubungan dengan kata atau symbol- symbol tulis,atau gangguan belajar yang dialami anak dalam hal membaca dan menulis. Anak dengan disleksia melihat tulisan seolah campur aduk, sehingga sulit dibaca dan sulit diingat. Mungkin, kalimat seperti,”Liburan sekolah tahun lalu Andi ikut ayah ke kampong halamannya”akan terlihat oleh anak- anak ini:”Liran sekah tan ndi it Aah ke kaung halanya”atau “Liburansekolah tahunlaluAndiikutayahkekampunghalamannya”.
Disleksia adalah gangguan membaca tertentu meliputi kesulitan memisahkan kata- kata tunggal dari kelompok kata dan bagian dari kata (phonemes)dalam setiap kata atau kemampuan membaca anak berada dibawah kemampuan seharusnya, dengan mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia, dan pendidikannya. Diperkirahkan 3 sampai 5% anak- anak yang menderita gangguan ini, teridentifikasi lebih pada anak laki- laki dibandingkan dengan anak perempuan. Disleksia cenderung menurun dalam keluarga. Disleksia dipandang sebagai gangguan biologis yang dimanifestasikan dengan kesulitan dalam belajar membaca dan mengeja walaupun diberi pengajaran konvensional dan memiliki kecerdasan yang memadai(Snowling, 1987). Dan umumnya penderita Disleksia kesulitan dalam membedakan huruf yang mirip seperti b, d, q,p,v,u,n dan lainnya. Berbeda dengan slow learner, anak yang didiagnosis disleksia memiliki IQ rata- rata atau diatas rata- rata.
Gangguan ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti masalah penglihatan, tetapi mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak tersebut. Kesulitan ini biasanya baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa waktu. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang menghadapi kesulitan terbesar dalam membaca di kelas-kelas dasar adalah mereka yang mulai bersekolah dengan keterampilan verbal yang kurang, pemahaman fonologi yang kurang, pengetahuan abjad yang kurang, dan kurang memahami tujuan dasar dan mekanisme membaca (Adams 1990; Kamhi 1989; Kamhi & Catts 1989; Snowling 1987, 2001).
Secara klinis gejala disleksia bisa macam-macam, seperti sulit menyebutkan nama benda (anomi) yang sederhana sekalipun, seperti pensil, sendok, jam dan sebagainya, padahal penderita mengenal betul benda itu. Dalam mengeja atau membaca rangkaian huruf tertentu, biasanya sering terbalik-balik, seperti left dibaca atau ditulis felt, band dibaca atau ditulis brand, itu ditulis atau dibaca uti, gajah dibaca atau ditulis jagah. Tetapi ternyata disleksia tidak hanya terbatas pada kemampuan ba-ca dan tulis, melainkan bisa berupa gangguan mendengarkan atau mengikuti petunjuk, bisa pula dalam kemampuan bahasa ekspresif atau reseptif, kemampuan membaca rentetan angka, kemampuan mengingat, kemampuan mempelajari matemati ka atau berhitung, kemampuan bernyanyi, memahami irama musik, dan sebagainya.
Sehingga menurut Kevin, untuk menentukan kapan seorang anak mengidap disleksia perlu dilakukan serangkaian terapi oleh ahlinya. Bahkan, sering kali gangguan disleksia diikuti dengan gangguan lain, seperti mengompol hingga usia empat tahun ke atas, nakal dan suka mengganggu teman, serta mengganggu di kelas. Sebenarnya untuk memahami gangguan yang terjadi pada fungsi pengenalan membaca, huruf, dan bahasa, harus dipahami bahwa proses verbal merupakan kesatuan yang melibatkan begitu banyak bagian di otak, seperti daya perhatian, daya persepsi pancaindra, indra lihat, dengar, raba, perspektif, fungsi motorik atau gerak sebagai perwujudan dari ide untuk menulis, mengucap, dan bahasa.
Sebuah penelitian yang dilakukan Prof John Stein dari Universitas Oxford dan Prof Tony Monaco dari sebuah pusat penelitian tentang gen manusia, menemukan tiga gen yang berhubungan dengan disleksia dalam sampel darah para penderita yang dijadikan sampel. Penelitian dilakukan dengan mempelajari sampel DNA (deoxyribonucleic acid atau sel inti) yang terdiri atas materi genetik berupa darah dari 90 keluarga. Penemuan ini membuktikan, disleksia memang karena faktor keturunan atau bawaan. Selain itu penelitian itu juga memperlihatkan susunan kromosom kaum disleksia berhubungan erat dengan sistem kontrol imunitas. Ini menunjukkan, para penderita rentan terhadap serangan dari antibodi.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi:
Penelitian John Bradford (1999) di Amerika menemukan indikasi, bahwa 80% dari seluruh subjek yang diteliti oleh lembaganya mempunyai sejarah atau latar belakang anggota keluarga yang mengalami learning disabilities, dan 60% di antaranya punya anggota keluarga yang kidal. Tim peneliti Jerman dan Swedia menernukan gen DCDC2 di daerah koromosom 6. Diduga, faktor penting penyebab disleksia, karena mempengaruhi migrasi sel saraf pada otak Selama beberapa tahun, psikolog anak dan remaja di Universitas Marburg dan Wurzburg mencari keluarga dengan keluarga (setidaknya satu orang anak) yang mengalami disleksia. "Kemudian kami menganalisa sampel darah yang diambil dari keluarga-keluarga tersebut untuk mengidentifikasikan gen kandidat, dan kami menemukannya," kata Dr. Gerd Schulte Korne, yang mengepalai penelitian ini.
Gen tersebut diindikasikan ilmuwan dari Amerika Serikat dan Inggris terletak di daerah koromosom 6. Tetapi kelompok peneliti Jerman dan Swedia telah mengidentiflkasikan suatu gen tunggal di daerah tersebut, yang ditemukan di antara anak-anak Jerman, yang merupakan faktor penting penyebab disleksia. Gen tunggal tersebut, menurut tim, dikenal sebagai gen DCDC2. "Nampaknya gen ini mempengaruhi migrasi sel saraf pada otak yang sedang berkembang," ujar Profesor Dr. Markus Nothen dari the Life and Brain Centre, Universitas Bonn, Prof, NSthen dan tim bertanggung jawab atas penelitian molekuler dalam proyek ini.
Perubahan dalam gen DCDC2 sering kali ditemukan di antara penderita disleksia. Perubahan gen kebanyakan ditemukan pada anak-anak yang memiliki masalah membaca dan menulis. Gen tersebut nampak memicu hubungan kuat dengan proses informasi berbicara saat menulis.
Perubahan dalam gen DCDC2 sering kali ditemukan di antara penderita disleksia. Perubahan gen kebanyakan ditemukan pada anak-anak yang memiliki masalah membaca dan menulis. Gen tersebut nampak memicu hubungan kuat dengan proses informasi berbicara saat menulis.
3. Macam-macam disleksia
· Menurut Yulia Ekawati Tasbita, S.Psi:
a.Disleksia Murni, yang meliputi:
1. Disleksia visual
Disebabkan oleh gangguan memori visual (penglihatan yang berat). Anak dengan gangguan ini ditandai dengan sama sekali tidak dapat membaca huruf atau hanya dapat membaca huruf demi huruf saja. Membaca atau menulis huruf yang mirip bentuknya sering terbalik, mis : b dengan p, p dengan q.
2. Disleksia auditorik
Disebabkan gangguan pada lintasan visual (pengelihatan) - auditorik (pendengaran), dalam hal ini bentuk-bentuk tulisan secara visual tidak mampu membangkitkan imajinasi bunyi atau pengucapan kata-kata apapun atau sebaliknya dimana bunyi kata tidak mampu membangkitkan bayangan huruf/kata tertulis.
b.Disleksia tidak murni
Sebagai akibat dari gangguan aspek bahasa (difasia). Disleksia tipe tersebut dinamakan disleksia verbal, yang ditandai dengan terganggunya kemampuan membaca secara cepat dan benar, serta kurangnya pemahaman arti yang telah dibacanya, sehingga tampak disamping kurang lancar dalam membaca, banyak tanda baca yang diabaikan begitu saja, hal ini juga sebagai isyarat bahwa sebenarnya dia kurang memahami apa yang tengah dibacanya.
· Menurut dr.Endang.w.Ghozali:
1. Disleksia Primer
1. Disleksia Primer
ada kesukaran membaca terutama dalam mngintegrasikan simbol-simbol huruf atau kata-kata, disebabkan kelainan biologis, 10 persen dari anak berintelegensi normal menderita disleksia primer, perbandingan anak laki-laki dan perempuan adalah 5:1
2. Disleksia Sekunder
kemampuan membaca terganggu karena dipengaruhi oleh kecemasan, depresi, menolak membaca, kurang motivasi belajar, gangguan penyesuaian diri atau gangguan kepribadian. Dasar teknik membaca masih baik, tetapi kemampuan membaca tersebut digunakan secara kurang efektif karena dipengaruhi faktor emosi.
PENYEBAB
Disleksia terjadi ketika otak kesulitan membuat hubungan antara suara dan symbol (hurup). Kesulitan ini disebabkan oleh masalah kurang mengerti dengan hubungan otak tertentu. Masalah itu ada sejak lahir dan bisa menyebabkan mengeja dan menulis salah dan mengurangi kecepatan dan ketepatan ketika membaca dengan suara keras. Orang dengan disleksia tidak memiliki masalah memahami bahasa yang dibicarakan.
GEJALA
Anak belum sekolah dengan disleksia bisa jadi terlambat bicara, memiliki masalah artikulasi berbicara, dan mempunyai kesulitan mengingat nama-nama huruf, angka, dan warna. Anak disleksia sering kesulitan memadukan suara, irama kata, mengenali letak suara pada kata, segmenting kata-kata ke dalam bunyi, dan mengenali bunyi huruf pada kata. Keterlambatan atau keragu-raguan dalam memilih kata-kata. Membuat kata pengganti, menamai angka dan gambar adalah indikasi awal disleksia. Masalah dengan daya ingat jangka pendek untuk suara dan untuk meletakkan suara pada perintah yang tepat sering terjadi.
Banyak anak dengan disleksia bingung dengan hurup dan kata yang serupa. membalikkan huruf ketika menulis-sebagai contoh, on diganti menjadi no, dan saw diganti menjadi was-atau huruf yang membingungkan-sebagai contoh, b diganti menjadi d, w diganti menjadi m, n diganti menjadi h-sering terjadi. Meskipun begitu, banyak anak tanpa disleksia akan membalikkan hurup pada waktu taman kanak- kanak atau tingkat pertama. Anak yang tidak mengalami kemajuan dalam keahlian mempelajari kata- kata pada kelas pertengahan atau akhir sekolah dasar harus diuji untuk Disleksia.
4. Ciri- ciri disleksia
1. Perkembangan motorik yang kurang matang termasuk kelakuan- kelakuan hiperkinetik
2. Gangguan penglihatan
3. Singkat Ingatan
4. Gangguan dalam bahasa
5. Kebolehan kognitif yang rendah
6. Kesukaran dalam kematangan emosi dan sosial.
7. Tidak dapat membedakan lambang tulis dengan bunyi lambang tersebut.
8. Tidak dapat mengaitkan bunyi huruf dengan lambang yaitu tidak dapat mengingat lambang mana yang harus ditulis untuk dipadankan dengan bunyi-bunyi tersebut.
9. Tidak dapat menyusun lambang tulisan supaya betul dan sesuai dengan bunyi- bunyinya agar menjadi perkataan yang bermakna.
10. Tidak dapat menulis dari kiri ke kanan dan juga tidak dapat menulis susunan huruf atau perkataan agar tidak terbalik kedudukannya.
11. Tidak dapat menyusun atau mengurus masa dan ruang mengikuti susunannya.
12. Tidak dapat membuat koordinasi mata- tangan kirikanan serta memusatkan perhatian.
13. Sukar mengikuti latihan yang kompleks
14. Peningkatan tumpuan kepada aktivitas pendengaran
15. Lebih bertumpu pada kemampuan mendengarkan sehinggan menutup kemungkinan kemahiran pandangan
16. Sulit belajar bahasa, ketidakseimbangan intelektual
17. Tidak lancar dan lemah dalam membaca, menulis
5. Bagaimana Disleksia Terjadi ?
• Kesilapan yang dilakukan oleh anak-anak ini banyak persamaan dengan kesilapan yang dilakukan oleh orang dewasa aphasia yang menghadapi kerusakan otak. Perbedaannya adalah mangsa aphasia telah mempunyai kemahiran membaca dan menulis tetapi disebabkan kecederaan di otak, dia tidak dapat lagi membaca dan menulis sementara anak disleksia pula tidak pernah mempunyai kemahiran membaca dan menulis.
• Biasanya penyakit ini telah sedia ada dalam gen keluarga kanak-kanak tersebut. Ini telah dibuktikan oleh Hallgren (1970) yang membuat kajian ke atas 12 pasangan kembar monozygote dan mendapati kesemua keluarga 12 kes tersebut menghadapi masalah dalam bacaan dan ejaan semasa zaman kanak-kanak.
• Didapati penyakit ini banyak menyerang anak laki-laki daripada anak perempuan dengan kadar 3:1/2:1. Ini disebabkan anak laki- laki lebih banyak tanggung jawab dibandingkan perempuan
• Disleksia berlaku secara perkembangan atau pembinaan yaitu berkembang sedikit demi sedikit. Sebagian tertentu dalam otak tidak seberapa matang atau dengan kata lain pertumbuhannya tidak seimbang lalu menyebabkan sebahagian otak yang mengawal bacaan dan ejaan tidak dapat lagi berfungsi dengan sepenuhnya.
• Berlaku perlawanan dalam dua cerebral hemisphere dalam menguasai kemahiran bacaan dan ejaan. Pada kebiasaannya hemisphere kiri yang menguasai bacaan tetapi karena lemahnya maka terjadilah keterbalikan perkataan dan huruf kepada anak disleksia ini.
• Berlaku perlawanan dalam dua cerebral hemisphere dalam menguasai kemahiran bacaan dan ejaan. Pada kebiasaannya hemisphere kiri yang menguasai bacaan tetapi karena lemahnya maka terjadilah keterbalikan perkataan dan huruf kepada anak disleksia ini.
• Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa masalah disleksia adalah disebabkan oleh pengajaran guru yang tidak berkesan. Pendapat ini telah ditentang hebat dengan alasan jika pengajaran guru tidak sesuai, sudah tentu terdapat satu kumpulan murid di dalam kelas yang menghadapi disleksia.
• Berlaku akibat rencatan secara am di dalam perkembangan bahasa kanak-kanak itu.
Kesalahan-kesalahan bacaan yang dilakukan oleh disleksia
• Mereka-reka cerita berdasarkan gambar yang ditunjukkan walaupun cerita tersebut tiada kaitan dengan isi bacaan.
• Membaca lambat dan teragak-agak.
• Mengikut bacaan dengan jari.
• Kerap hilang tempat bacaan, sama ada hilang terus atau membaca baris tersebut dua kali.
• Membaca kuat tetapi teragak-agak dengan satu intonasi.
• Cuba mengeja tetapi sebutannya salah misalnya mengeja ketat tetapi menyebut kelat.
• Meramal perkataan tanpa mengira ianya bermakna atau tidak.
• Membaca secara terbalik misalnya aman dibaca nama dan sebagainya.
• Menyusun perkataan dengan susunan yang salah.
• Memendekkan perkataan yang panjang misalnya kerosakan dibaca rosak sahaja.
• Salah membaca perkataan yang mempunyai bentuk yang sama misalnya kakak=katak, baju=bayu.
• Menggantikan perkataan lain yang sama maknanya misalnya ayahanda=bapa.
Kesilapan tulisan-tulisan yang dilakukan disleksia
• Menulis huruf-huruf dengan susunan yang salah misalnya saman ditulin sanam.
• Menulis secara mirror writing.
• Menterbalikkan huruf misalnya b menjadi d.
• Menulis perkataan yang didengar misalnya buang menjadi buwang.
• Menggunakan perkataan yang ganjil seperti mjeik, pojktc dan lain-lain lagi.
• Tertinggal huruf dalam perkataan seperti emak menjadi mak sahaja.
• Menambah huruf misalnya tuang menjadi tunang.
• Tidak dapat menulis huruf yang disebut.
• Tidak dapat memilih huruf yang disebut.
• Tidak dapat menyesuaikan huruf dengan huruf yang sama.
• Mereka-reka cerita berdasarkan gambar yang ditunjukkan walaupun cerita tersebut tiada kaitan dengan isi bacaan.
• Membaca lambat dan teragak-agak.
• Mengikut bacaan dengan jari.
• Kerap hilang tempat bacaan, sama ada hilang terus atau membaca baris tersebut dua kali.
• Membaca kuat tetapi teragak-agak dengan satu intonasi.
• Cuba mengeja tetapi sebutannya salah misalnya mengeja ketat tetapi menyebut kelat.
• Meramal perkataan tanpa mengira ianya bermakna atau tidak.
• Membaca secara terbalik misalnya aman dibaca nama dan sebagainya.
• Menyusun perkataan dengan susunan yang salah.
• Memendekkan perkataan yang panjang misalnya kerosakan dibaca rosak sahaja.
• Salah membaca perkataan yang mempunyai bentuk yang sama misalnya kakak=katak, baju=bayu.
• Menggantikan perkataan lain yang sama maknanya misalnya ayahanda=bapa.
Kesilapan tulisan-tulisan yang dilakukan disleksia
• Menulis huruf-huruf dengan susunan yang salah misalnya saman ditulin sanam.
• Menulis secara mirror writing.
• Menterbalikkan huruf misalnya b menjadi d.
• Menulis perkataan yang didengar misalnya buang menjadi buwang.
• Menggunakan perkataan yang ganjil seperti mjeik, pojktc dan lain-lain lagi.
• Tertinggal huruf dalam perkataan seperti emak menjadi mak sahaja.
• Menambah huruf misalnya tuang menjadi tunang.
• Tidak dapat menulis huruf yang disebut.
• Tidak dapat memilih huruf yang disebut.
• Tidak dapat menyesuaikan huruf dengan huruf yang sama.
ANALISIS
Disleksia terjadi ketika otak kesulitan membuat hubungan antara suara dan symbol (hurup). Kesulitan ini disebabkan oleh masalah kurang mengerti dengan hubungan otak tertentu. Masalah itu ada sejak lahir dan bisa menyebabkan mengeja dan menulis salah dan mengurangi kecepatan dan ketepatan ketika membaca dengan suara keras. Orang dengan disleksia tidak memiliki masalah memahami bahasa yang dibicarakan. Anak disleksia sering kesulitan memadukan suara, irama kata, mengenali letak suara pada kata, segmenting kata-kata ke dalam bunyi, dan mengenali bunyi huruf pada kata. Diperkirahkan 3 sampai 5% anak- anak yang menderita gangguan ini, teridentifikasi lebih pada anak laki- laki dibandingkan dengan anak perempuan. Anak dengan disleksia melihat tulisan seolah campur aduk, sehingga sulit dibaca dan sulit diingat.
Membaca merupakan dasar utama untuk memperoleh kemampuan belajar di
bidang lainnya. Proses membaca ini merupakan suatu proses yang kompleks yang
melibatkan ke dua belahan otak. Persentasi dari Gangguan Membaca ini
dikatakan sebesar 2- 8 % dari anak usia sekolah.
bidang lainnya. Proses membaca ini merupakan suatu proses yang kompleks yang
melibatkan ke dua belahan otak. Persentasi dari Gangguan Membaca ini
dikatakan sebesar 2- 8 % dari anak usia sekolah.
Anak yang mengalami Gangguan Membaca menunjukkan adanya ; Inakurasi dalam membaca,seperti: Membaca lambat, kata demi kata jika dibandingkan dengan anak seusianya, intonasi suara turun naik tidak teratur, Sering terbalik dalam mengenali huruf dan kata, misalnya antara kuda dengan daku, palu dengan lupa, huruf b dengan d, p dengan q, dll, Kacau terhadap kata yang hanya sedikit perbedaannya, misalnya bau dengan buah, batu dengan buta, rusa dengan lusa, dll
,Sering mengulangi dan menebak kata-kata atau frasa.
,Sering mengulangi dan menebak kata-kata atau frasa.
Pemahaman yang buruk dalam membaca, dalam arti anak tidak mengerti isi cerita/teks yang dibacanya.
Daftar Pustaka
· Ghozali,Endang, W.Kesukaran Belajar. Pdf.Somantri,t, Srtjihati.2005.Psikologi Anak Luar biasa. Bandung:PT. Refika Aditama
· Irfan, Arief. Gen penyebab disleksia
· J.H. Menkes, H.B. Sarnat B.L. Maria (2005). Learning disabilities, dalam: JH. Menkes, HB. Sarnat (penyunting). Child neurology, edisi ke-7. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia.
· Marfuah. Sulit Membaca bisa jadi disleksia. Majalah Nikita
· Sally, Shaywitz, Bennett (2006). Dyslexia, dalam: KF. Swaiman, S. Ashwal, DM. Ferreier (penyunting). Pediactric neurology principles and practice, volume 1, edisi ke-4, Mosby, Philadelphia
· S. Devaraj, S. Roslan (2006). Apa itu disleksia, panduan untuk ibu bapa, guru, dan kaunselor, dalam S. Amirin (penyunting). PTS Profesional, Kuala Lumpur.
· Temukan potensi pada anak Disleksia. Media Indonesia
No comments:
Post a Comment